Jumat, 20 Mei 2016

Melatih Mental Positif Saat Ditolak Konsumen


Ditolak konsumen bagi seorang pebisnis adalah hal yang biasa.  Bisa melatih mental positif saat ditolak konsumen, itu yang luar biasa.

Apa sih yang saya lakukan sehingga akhirnya orang-orang yang pernah menolak akhirnya mau bekerja sama?

Yang pertama, melatih mental untuk tetap berpikir positif apabila promosi Anda ditolak atau konsumen belum berniat membeli produk Anda, Tetap jaga hubungan baik  Ditolak saat ini bukan berarti ditolak di waktu-waktu mendatang.  Karena mungkin saja esok lusa justru konsumen tersebut baru membutuhkan produk Anda.  Atau bisa jadi konsumen sedang membanding-bandingkan produk Anda dengan produk dari pesaing.  Ada baiknya Anda juga terus belajar tentang marketing.  Anda bisa mempelajari sikap dan perilaku konsumen masa kini, termasuk proses pendekatan terhadap calon konsumen yang membutuhkan trik khusus.

Kedua, melatih mental positif untuk mau mendengarkan keinginan konsumen.  Sebagai manusia kita tidak mungkin menciptakan segala sesuatu secara sempurna.  Banyak kekurangan dimana-mana.  Namun kekurangan inilah yang akhirnya harus kita perbaiki di sana sini berdasarkan informasi yang kita dapatkan dari konsumen.  Sebagai pebisnis kita harus memiliki seni instrospeksi yang baik.  Maksudnya? Ya, mendengarkan koreksi dari konsumen.  Tapi bukan menelannya bulat-bulat, karena bisa jadi pemahaman yang salah dari konsumen menyebabkan mereka tidak tertarik dengan produk kita.

Ketiga, melatih mental positif untuk mau mendengarkan persolan yang pernah dihadapi (jika mereka pernah bekerja sama dan akhirnya vakum, atau pernah membeli produk dan nggak repeat order lagi) atau mencoba menyelaraskan keinginan mereka dengan keinginan kita.  Jika berhadapan dengan konsumen yang baru akan bekerja sama, kita selayaknya mendengarkan kebutuhan apa yang dia inginkan disertai hasil riset yang kita lakukan, kemudian baru kita tahu produk apa yang sesuai.

Banyak perusahaan yang bersikap kaku terhadap keinginan konsumen.  Peraturan dibuat berdasarkan pola yang membuat perusahaan secara jangka panjang dirasa aman.  Padahal kekakuan itu justru akan merusak kesinambungan kerjasama di masa depan.
Selain mendengarkan konsumen, saya pun menjadi penghubung antara konsumen dan perusahaan.  Secara bijak saya mendengarkan konsumen, menyaring informasi dan memformulasikannya sebagai masukan bagi perusahaan.

Nah, sudah tahukan bagaimana melatih mental positif saat ditolak konsumen? Marilah terus berlatih.  Happy selling!

Rabu, 18 Mei 2016

Melibatkan Anak Dalam Bisnis, Bagaimana?



Sejak Nanit dilahirkan, saya berkomitmen untuk mengajaknya selalu serta kemanapun saya pergi.  Demikian juga ketika Ammar lahir.
Pada usia dua minggu.  Nanit saya bawa ke Bogor untuk mengikuti kegiatan bedah buku.
Pda usia 1 minggu, Ammar saya bawa meeting di sebuat perusahaan besar.
Mereka dibawa kemanapun saya pergi.  Mereka saya libatkan dalam perjalanan bisnis saya.
Bekerja di luar rumah, pengumpulan riset penulisan, meeting dengan klien, hingga sekedar ngumpul dengan banyak sahabat.
Seorang editor dari Gramedia Pustaka hingga kini sering meledek saya, “Aku masih ingat kamu bawa Ammar yang masih merah waktu meeting, menidurkannya di kursi dan kita heboh meeting,” ujar beliau, lalu biasanya kami terbahak-bahak mengingat saat-saat itu.
Pada waktu dikarantina dalam kompetisi Wirausaha Muda Mandiri, saya membawa Ammar yang baru berusia 7 bulan.  Saya terpaksa mondar mandir hotel dan ruang pamer produk dengan jarak lumayan, atau membawa Ammar ke ruang pamer dan menyusuinya di belakang meja.
Kini masa mengajak anak-anak sudah usai.  Nanit sudah sangat mandiri untuk ditinggalkan, Ammar sudah sangat paham ketika ditinggalkan.
Masa mengajak anak-anak bekerja sebetulnya hanya sebentar saja, di usia mereka menyusui dan satu tahun sesudahnya.  3 tahun yang sangat menempel pada ibunya, masa dimana mereka menduplikasi ibunya dengan sangat baik.
Namun setelah lewat masa itu sebaiknya anak harus tetap Anda libatkan dalam bisnis Anda.
Mmm…melibatkan anak dalam bisnis, bagaimana caranya?
Ajaklah anak melihat aktivitas Anda sebagai pebisnis, agar kesukaan mereka akan bisnis dan jiwa pebisnis akan muncul sedikit demi sedikit.  Mereka akan melihat bahwa bisnis adalah kegiatan yang menyenangkan.  Pada dasarnya, anak akan menduplikasi kebiasaan ibunya.
Nanit terpengaruh dengan kebiasaan saya membaca, menulis dan berbisnis dari rumah. Aktivitas berbisnis Nanit dimulai sejak TK dan saya harap seiring bertambah usia, Nanit akan semakin matang dalam berbisnis.   Kebiasaan itu juga diturunkan pada Ammar.  Anak-anak memang kerap terinspirasi pada apa yang dilihatnya, tugas orang tua adalah mendampinginya.
Bagi saya, pendidikan formal di sekolah penting bagi anak-anak saya.  Namun saya merasa, penanaman pembiasaan-pembiasaan baik di keluarga jauh lebih penting.  Saya tidak pernah menargetkan anak saya menjadi juara di kelas mereka, tapi saya menargetkan anak saya tumbuh menjadi pribadi pembelajar, berempati tinggi, berdaya dan mandiri.
Dengan memiliki hal tersebut saya yakin, mereka akan bisa menerobos berbagai kesulitan hidup, terlebih ketika kami orangtuanya sudah tidak bisa mendampinginya kelak.
Selamat melibatkan anak dalam bisnis Anda, biarkan mereka menduplikasi Anda dengan sangat sempurna!